AKHLAK TERCELA TERHADAP SESAMA
Ananiah
a. Pengertian Ananiah
Kata ananiah berasal dari bahasa Arab ana yang berarti
saya atau aku, kemudian mendapat tambahan kata iyah. Ananiah berarti ’keakuan’.
Sifat ananiah biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan
diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.egois
merupakan sifat tercela yang dibenci oleh Allah swt. dan manusia karena
cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat.
Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, mengganggap orang
lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Firman Allah swt :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS. An Nisa : 36 )
Contoh Ananiah; suka membanggakan diri sendiri, merasa diri paling benar,
menganggap orang lain salah.
b. Menghindari Prilaku Ananiah
Untuk dapat menghindari perilaku ananiah bukanlah
suatu hal yang mudah karena setiap manusia pasti memiliki sikap egoistis.
Hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari perilaku ananiah sebagai
berikut :
a. Menyadari bahwa
perbuatan ananiah dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
b. Menyadari bahwa
perilaku ananiah apabila dibiarkan akan mengarah pada sikap takabur yang
dibenci Allah swt
c. Menghindari bahwa
manusia diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama.
d. Membiasakan diri untuk
bersedekah dan beramal saleh
e. Menekan hawa nafsu dan
memupuk sikap tenggang rasa.
- Akibat buruk dari sifat ananiah atau egois
Segala sesuatu yang dikerjakan itu pasti ada
akibatnya, demikian halnya dengan apabila kita berbuat atau mempunyai sifat
yang buruk pasti akan berakibat keburukan terhadap diri kita khususnya dan
orang lain pada umumnya. Diantara akibat dari sifat ananiah atau egois antara
lain :
a. jauh dari pertolongan
dan rahmat Allah, sebab orang yang egois tidak suka menolong orang lain.
b. Menumbuh suburkan
sifat rakus, tamak, dan sombong.
c. Menimbulkan kebencian
dan permusuhan, sehingga merugikan diri sendiri.
2.2 Ghadab
a. Pengertian Ghadab
Ghadab (marah) secara bahasa artinya keras atau kasar.
Orang yang marah (pemarah) di sebut ghadib. Ghadab merupakan antonim (lawan
kata) dari rida dan hilm (murah hati). Secara istilah, ghadab berarti sikap
seseorang yang mudah marah karena tidak senang terhadap perlakuan atau
perbuatan orang lain. Amarah selalu mendorong manusia bertingkah laku buruk atau
jahat. Seorang pemarah tergolong lemah imannya karena berpandangan picik dan
tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, jika seorang berpandangan
luas dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan bersikap arif atau
bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah.
Orang mukmin yang baik selalu bersedia memaafkan
kesalahan saudaranya, baik yang diminta ataupun tidak,karena hanya mengharapkan
keridaan Allah swt. Allah berfirman dalam al-qur’an:
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” ( QS. Ali Imran : 134 )
Ghadab dapat dikatakan seperti nyalanya api yang
terpendam di dalam hati. Karena itu, orang yang marah mukanya akan memerah
bagaikan api yang menyalah. Ini adalah salah satu dari hasil godaan syetan
kepada manusia. Islam mengajarkan agar orang yang marah itu segera berwudhu,
bahkan mandi jika perlu. Rasulullah SAW dalam riwayatnya bersabda :
اَلْغَضَبُ مِنَ الشَّيْطَانِ وَالشَّيْطَانُ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَالْمَاءُيُطْفِىءُالنَّارَفَاِذَاغَضِبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَغْتَسِلْ
Artinya : “marah
itu asalnya dari syetan dan syetan itu dibuat dari api, dan air itu dapat memadamkan
api. Maka apabila seseorang diantara kalian marah, hendaklah mandi.”
Menurut
hadist di atas bahwa marah termasuk salah satu sifat atau akhlak yang tercela,
karena juga dari syetan. Pada suatu hari ada seseorang yang dating terhadap
rasulullah supaya diberi petunjuk yang perlu di amalkan. Beliau mengatakan
“jangan kamu marah”, sahabat tersebut meminta lagi tambahanya, apa lagi yang
perlu di amalkan, rasulullah SAW tetap berkata “jangan kamu marah”, tanpa
menambah apa-apa.
Dalam
sebuah riwayat, pada suatu ketika Rasulullah SAW. Bertanya kepada para sahabat,
siapakah yang disebut orang yang selalu menang jika bergulat? Mereka menjawab,
yaitu orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain. Selanjutnya Rasulullah
SAW bersabda :
لَيْسَ كَذَالِكَ وَلَكِنَّ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَالْغَضَبِ
Artinya : bukanlah
demikian, tetapi yang disebut orang yang selalu menang ialah orang yang dapat
menahan hawa nafsunya diwaktu marah.”
Contoh Ghadab: marah tanpa sebab, mudah tersinggung, tidak bisa mengendalikan
diri.
- Menghindari Perilaku Ghadab
Adapun untuk menghindari perilaku ghadab diantaranya:
a. Senantiasa membaca
istigfar sambil menarik napas panjang.
b. Meninggalkan
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya marah.
c. Menyadari bahwa
perilaku amarah sangat dibenci Allah swt. dan manusia
d. Berusaha belajar
memiliki sikap lapang dada dan mudah memaafkan orang lain.
- Akibat buruk sifat ghadab atau pemarah antara lain :
a. Dibenci Allah,
Rasul-Nya, dan manusia.
b. Dapat merusak iman seseorang.
c. Menimbulkan dendam dan
sakit hati.
d. Menimbulkan rasa
kebencian dan permusuhan, sehingga merusak persahabatan dan persaudaraan.
2.3 Namimah
a. Pengertian Namimah
Pengertian namimah menurut bahasa berarti mengadu
domba. Sedangkan menurut istilah namimah berarti mengadu domba atau menyabar
fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan.
Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan
sehari-hari, sebagaimana larangan Allah swt. dalam Al Qur’an :
Ÿwur
ôìÏÜè?
¨@ä.
7$žxym
AûüÎg¨B
ÇÊÉÈ :—$£Jyd
¥ä!$¤±¨B
5O‹ÏJoYÎ
ÇÊÊÈ 8í$¨Z¨B
ÎŽöy‚ù=Ïj9
>‰tG÷èãB
AOŠÏOr&
ÇÊËÈ ¤e@çGãã
y‰÷èt
y7Ï9ºsŒ
AOŠÏRy—
ÇÊÌÈ
Artinya : “dan
janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan
baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu,
yang terkenal kejahatannya.” (Q.S. Al Qalam : 10-13).
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C,
bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi)
menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci
kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang
berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Allah bersabda didalam Al-Qur’an :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujarat : 6)
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya Namimah merupakan
salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat
buruk dan sangat merugikan. Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah
sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan
sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
b. Sebab-sebab yang
mengantarkan seorang melakukan Namimah :
1. Karena kejahilan
terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu
Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal
tersebut.
2. Disebabkan hasad atau
iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan
fitnah.
3. Hati yang kotor jauh
dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas
kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu,
bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan
baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan
orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan
terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
c. Menghindari perilaku
namimah
Di antara cara menghindari perilaku namimah ialah
antara lain:
a. Menyadari bahwa
perilaku namimah menyebabkan seseorang tidak masuk surga meskipun rajin
beribdah.
b. Jangan mudah percaya
pada seseorang yang memberikan informasi negative tentang orang lain.
c. Menhindari
factor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku namimah, seperti berkumpul
tanpa ada tujuan yang jelas, menggosip dan lain-lain.
d. Obat dari penyakit
Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa
Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan
mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan
keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di
majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu,
maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan
mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang
lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat
mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan
merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak
satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut
untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya
terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya
untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
e. Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat
Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat
namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan,
kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara
menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan
bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan
berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena
maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya
yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi
seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena
mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan
menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi.
2.4 Hasad
a.
Pengertian Hasad
Hasad
(dengki) berarti menaruh perasaan benci, tidak suka atau antipati
terhadap orang lain yang mendapat keberuntungan, nikmat, dan memiliki kelebihan
darinya. Sebaliknya, ia akan merasa senang jika orang lain mendapat
kesengsaraan.
Hasad
biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk saling
menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya dan harus
dijauhi, karena sifat tersebut dapat merusak dan menghilangkan semua amal
kebaikan seseorang.
Rasulullah saw.
bersabda :
اِيَّا كُمْ وَالْحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَاتَأْكُلُ النَّارَالْحَطَبَ (رواه ابوداود)
Artinya : “Jauhkanlah dirimu dari sifat hasad karena sesungguhnya hasad itu memakan segala kebaikan , sebagaimana api membakar kayu.” (HR. Abu Daud)
b.
Akibat Perbuatan Hasad / Dengki
Berapa banyak orang bersaudara jadi
bermusuhan, saling mendendam dan saling membenci, hanya karena dengki kepada
saudaranya yang lebih mendapat kasih sayang orang tua, karena kesuksesan dan
kebahagiaan yang didapatkannya.
Penyakit dengki ini sangat berbahaya
dan sukar diobati dengan terapi biasa. Penyakit ini banyak merusak, mengganggu
dan menghilangkan kebahagiaan hidup, bahkan menyebabkan persengketaan,
permusuhan, penipuan, dan lebih jauh lagi dapat menyebabkan timbulnya
peperangan dan malapetaka dalam masyarakat. Ringkasnya, bahwa selama rasa
dengki ini bersarang di dalam hati seseorang, selama itu pulaia tidak akan
mendapatkan rasa bahagia dalam hidupnya.
c.Sebab-sebab
Timbulnya Hasad
Adapun penyebab timbulnya
hasad/dengki dalam hati seseorang adalah sebagai berikut:
Ø
Karena adanya permusuhan dan
kebencian. Inilah yang merupakan sebab yang utama.
Ø
Beratnya rasa di dalam hati apabila
dirinya itu ada yang melebihi dalam hal apa saja yang didengkikan, misalnya
keturunan, kekayaan, kepandaian, ketampanan/kecantikan, majunya dalam
perusahaan dan lain sebagainya. Ringkasnya, tidak senang kalau dirinya itu
dikalahkan, disaingi atau dilebihi oleh orang lain.
Ø
Ingin menjadi pemimpin/pemuka dan
menduduki jabatan yang tinggi, kemudian tidak ada orang lain yang melebihi
kedudukannya itu.
Ø
Karena hatinya memang buruk dan enggan
melakukan kebaikan kepada sesama manusia.
Kadang-kadang
seseorang dapat juga dihinggapi oleh empat sebab di atas sekaligus, tetapi ada
yang hanya tiga, dua atau salah satunya saja. Kemudian apabila hendak
menyembuhkannya, maka haruslah mengetahui terlebih dahulu sebab-sebabnya. Dan
perlu ditanamkan bahwa sifat dengki ini sangat berbahaya bagi orang yang
memiliki sifat tersebut, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun bagi
agamanya.
2.5 Ghibah
a.
Pengertian Ghibah
Secara
bahasa, ghibah (menggunjing) ialah membicarakan keburukan (keaiban)orang lain.
Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan
maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlaq
ataupun bentuk lahiriyahnya. Ghibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun
bisa terjadi dengan tulisan atau gerakan tubuh. Apabila hal ini berhubungan
dengan agama seseorang ia akan mengatakan bahwa ia pembohong, fasik, munafik
dan lain-lain.
Allah
swt. melarang keras perilaku ghibah dan menyeru untuk menjauhinya, karena
ghibah digambarkan dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Sebagaimana
firman Allah swt:
Artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan perasangka (kecurigaan), karena
sebagian dari perasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang”. ( QS. Al Hujurat : 12 )
Contoh ghibah;
mengumpat dan suka membeberkan kesalahan orang lain
b.
Menghindari Perilaku Ghibah
Cara
menghindari dari perilaku tercela antara lain :
a.
Selalu mengingat bahwa perbuatan gibah ialah penyebab kemarahan dan kemurkaan
Allah swt.
b.
Selalu mengingat bahwasanya timbangan kebaikan ghibah akan pindah kepada orang
yang digunjingkannya.
c.
Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat terlebih dahulu aib dirinya
sendiri dan segera berusaha memperbaikinya.
d.
Menjauhi faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya ghibah.
e.
Senantiasa mengingatkan orang-orang yang melakukan ghibah
Apa itu Fitnah
Fitnah
dengan Ghibah sangat berbeda walaupun tujuannya bisa dibilang mirip. Fitnah
adalah membicarakan keburukan orang lain padahal orang yang dibicarakan tidak
benar sesuai dengan keburukan yang dibicarakan. Intinya membicarakan keburukan
orang lain yang tidak benar demikian. Berikut saya kutipkan dari
wikipedia
Fitnah merupakan komunikasi kepada
satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif
atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta
palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.
Kata “fitnah” diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah
“cobaan” atau “ujian”.
Makna Fitnah Sebenarnya Menurut Islam
Pasti
kita sering mendengar dari ucapan saudara seiman yang bilang “Fitnah lebih
kejam dari pembunuhan” bahkan hadits tersebut sekarang bukan diucapkan oleh
orang islam saja, melainkan sudah menjadi sebuah ungkapan yang lumrah di
Indonesia oleh agama manapun. Sekali itu membuktikan bahwa Hadits dan Alqur’an
memang tiada duanya. Namun dari sisi arti tersebut adalah sebagian besar salah
tempat menggunakannya. Karena justru dalam islam fitnah itu lebih kepada
cobaan, ujian. Jika menilik azbabun nuzul turunnya ayat tentang fitnah maka
sudah jelas tempat kita menggunakan dalil alqur’an selama ini adalah keliru
Al
Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu asyaddu
minal qotli….” yang artinya
“Dan fitnah itu
lebih sangat (dosanya) daripada pembunuhan..”.
Kemudian
juga di surat Al Baqoroh (2) ayat 217, disebutkan “Wal fitnatu akbaru minal
qotli…” yang artinya
“Fitnah itu lebih
besar (dosanya) daripada pembunuhan..”.
Ayat
ini turun ketika ada seorang musyrik yang dibunuh oleh muslimin di bulan haram,
yakni Rajab. Muslimin menyangka saat itu masih bulan Jumadil Akhir. Sebagaimana
diketahui, adalah haram atau dilarang seseorang itu membunuh dan berperang di
bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram
Melihat
salah seorang kawan mereka dibunuh, kaum musyrikin memprotes dan mendakwakan
bahwa Muhammad telah menodai bulan haram. Maka turunlah ayat yang menjelaskan
bahwa kemusyrikan dan kekafiran penduduk Makkah yang menyebabkan mereka
mengusir muslimin dan menghalangi muslimin untuk beribadah di Baitullah itu
lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang beriman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar