Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah
sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani.
Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela.
Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan
sejumlah nilai moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia
dengan melatih diri untuk melakukan hal yang terbaik.[1][1] Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi diri
dengan Akhlak.[2][2]
Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita dan jangan
pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan
membahayakan jiwa. Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis.
Misalnya kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita.
Seperti; terlalu banyak begadang, sehingga daya tahan tubuh berkurang, merokok,
yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi obat terlarang, dan
minuman keras yang dapat membahayakan jantung dan otak kita. Untuk itu kita
harus bisa bersikap atau berakhlak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu
yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri,
dengki, munafik, dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa
kita. Semua itu merupakan penyakit hati yang harus kita hindari. Hati yang
berpenyakit seperti iri, dengki, munafik, dan lain sebagainya akan sulit sekali
menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran dan iman
tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut
untuk mengenali berbagai macam penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang
tadinya merupakan tempat kebaikan dan keimanan menjadi tempat keburukan dan
kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara penyakit hati adalah
iri, dengki, dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati tersebut.
1.
Macam penyakit hati yaitu:
a.
Dengki, Orang pendengki
adalah orang yang paling rugi. Ia tidak
mendapatkan apapun dari sifat buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang
dimilikinya akan terhapus. Islam tidak membenarkan kedengkian. Rasulullah
bersabda: "Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"hati-hatilah pada kedengkian karena kedengkian menghapuskan kebajikan,
seperti api yang melahap minyak." (H.R. Abu Dawud)
b.
Munafik, Orang munafik adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa
yang mereka ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya.
Adapun tanda-tanda orang munafik ada tiga. Hal ini dijelaskan dalam hadits,
yaitu:
عن
ابي هريرة رضي الله عنه قال :قال رسول الله صلعم "ايت المنافقين
ثلاث, إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف
وإذا اؤتمن خان
Dari Abu hurairah r.a. Rasulullah berkata: " tanda-tanda
orang munafik ada tiga, jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia
mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat." (H.R. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi dan an-Nisa'i)
2. Adapun cara
untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
a. Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri
sebagai hasil dari pengendalian nafsu
dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat
Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk
ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan
dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja
yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan
ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri
sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
d. Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim dituntut
selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu benar hati, benar
perkataan, dan benar perbuatan.
e. Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir
dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula
sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat
sekali. Rasulullah SAW bersabda bahwa “ tidak (sempurna) iman seseorang yang
tidak amanah dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” (
HR. Ahmad )
f. Istiqamah, yaitu
sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman meskipun menghadapi
berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan
dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah
bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju
kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang mempersekutukan-Nya.” Shalat juga merupakan mekanisme untuk
membersihkan hati dan mensucikan diri dari kotoran-kotoran dosa dan
kecenderungan melakukan perbuatan dosa.[3][3]
g. Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik
dan memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak,
dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan
dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan
oleh kehormatan dirinya.
h. Pemaaf, yaitu sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan
orang lain tanpa ada rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan
kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan
maaf dari yang bersalah.
1.
Berakhlak terhadap jasmani
a. Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia
menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga badan.
Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih,
baik, dan rapi terutamanya pada hari Jumat, memakai wewangian.
b. Menjaga makan minumnya
Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampaui
dilarang dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan,
sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.
c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya
Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan
kesehatan, walau bagaimanapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh
Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan
sebagainya. Dalam arti ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang sesuai
kemampuan diri, adat bermasyarakat dan lainnya.
d. Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam
tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan lainnya.
Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik.
Seseorang yang menjadikan rupa diri sebagai alasan tindakannya sebagai zuhud
dan tawaduk, ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan
tawaduk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat
Allah kepadanya asalkan tidak melampaui batas dan takabur.
2.
Berakhlak terhadap akalnya
a. Memenuhi akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan
mengambil sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya
membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan
akal ialah mengisinya dengan ilmu. Ilmu fardh‘ain yang menjadi asas bagi diri
seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh
siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Nabi Muhammad menempati
kedudukan sebagai manusia sempurna. Allah menciptakan microcosmos, manusia sempurna, dan insan kamil dengan perantaraan
kesadaran keilahian-Nya diungkap pada diri sendiri.[4][4] Untuk itulah manusia harus berusaha untuk bisa menjadi
insan kamil.
b. Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu
ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat)
dan kealfaan umat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini. Perkara utama yang
patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya,
dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan
juga sejarah Islam, hukum-hukum ibadah serta muamalah. Sementara itu umat islam
hendaklah membuka tingkat pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga
bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah
menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Diantara
sahabat Rasululllah, Abdullah bin Zubair merupakan sahabat yang memahami dan
menguasai bahasa asing. Beliau mempunyai seratus orang khadam yang
masing-masing bertutur kata berlainan dan apabila berhubungan dengan mereka,
dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.
3.
Berakhlak terhadap jiwa
Manusia pada umumnya tahu benar bahwa jasad perlu disucikan
selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembinaan akhlak secara efektif dengan
memperhatikan faktor kejiwaan, menurut ahli penelitian para psikolog bahwa
kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Untuk itu perlu
adanya suatu cara dalam membersihkan jiwa manusia. Pembersihan jiwa beda dengan
pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya,
diantaranya:[5][5]
a.
Bertaubat
b.
Bermuraqabah
c.
Bermuhasabah
d.
Bermujahadah
e.
Memperbanyak ibadah
f.
Menghadiri lembaga-lembaga ilmu
1.
Berilmu
a.
Nilai positif berilmu bagi diri sendiri:
1) Memperoleh kepuasan batin
2) Dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik
3) Dapat melaksanakan ajaran agama secara benar
4) Dapat menambah keimanan kepada Allah SWT
5) Memperoleh pahala di sisi Allah SWT
6) Terangkat derajatnya
b. Nilai positif berilmu bagi orang lain:
1) Memberi jalan terang dalam memberi petunjuk, pengarahan, dan
saran
2) Tempat orang bertanya dalam mengatasi masalah
3) Dapat membantu orang lain dalam menyelesaikan persoalannya
c. Membiasakan bersikap berilmu:
1) Memiliki semangat untuk menguasai ilmu tentang hal-hal yang
belum diketahui
2) Rajin mendatangi lembaga-lembaga ilmu untuk memperoleh
tambahan ilmu
3) Rajin mendatangi pengajian untuk memperoleh ilmu keagamaan
4) Cukup ringan mengeluarkan biaya demi tercapainya suatu ilmu
5) Gemar bergaul dengan orang yang berilmu untuk mendapatkan
tambahan ilmu
2. Kerja keras
a. Nilai positif kerja keras:
1) Terpuji dalam pandangan Allah SWT
2) Terpuji dalam pandangan sesama manusia
3) Dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal sehingga lebih
semangat
4) Tercukupinya kebutuhan hidup karena Allah memberikan rahmat
untuk hambanya yang mau berusaha
5) Memperoleh kepercayaan dari sesama manusia
b. Membiasakan bersikap kerja keras:
1) Selalu menyadari bahwa hasil dari jerih payahnya sendiri
lebih terpuji dan mulia daripada menerima pemberian orang lain
2) Islam memuji sikap
kerja keras dan mencela meminta-minta
3) Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain
4) Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada
meminta
3. Kreatif, produktif, inovatif
a. Nilai positif
kreatif, produktif, inovatif:
1) Dapat mengikuti perkembangan zaman
2) Memperoleh hasil yang cukup banyak dari karyanya
3) Tercukupi kebutuhan hidupnya
4) Memperoleh kepuasan batin
5) Bertambah banyaknya hubungan persaudaraan
b. Membiasakan bersikap kreatif, produktif, inovatif:
1) Berusaha untuk menciptakan lapangan kerja baru
2) Berusaha mengembangkan kemampuan yang dimiliki
3) Mengutamakan kualitas produk dengan harga yang terjangkau di pasaran
4) Memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
5) Selalu mengadakan evaluasi hasil usahanya
6) Memiliki tekad bahwa besok harus lebih baik dari hari ini
1. Berakhlak terhadap jasmani:
a. Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b. Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
c. Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2. Berakhlak terhadap
akalnya:
a. Memperoleh banyak ilmu
b. Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
c. Membantu orang lain
d. Mendapat pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak terhadap jiwa:
a. Selalu dalam lindungan Allah SWT
b. Jauh dari perbuatan
yang buruk
c. Selalu ingat kepada Allah SWT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar